Sabtu, Maret 08, 2008

Menyikapi Polimik Bakteri Enterobacter sakazakii

Polemik berlarut-larut seputar temuan bakteri Enterobacter sakazakii dalam sejumlah merek susu formula oleh tim peneliti IPB harus segera diakhiri. Sebab sangat meresahkan masyarakat, khususnya para ibu. Pemerintah, dalam hal ini Departemen Kesehatan (Depkes) dan BPOM, dan IPB saling menyalahkan. BPOM masih menganggap enteng temuan tim peneliti IPB itu, sedangkan Menteri Kesehatan (Menkes) menilai IPB punya kepentingan bisnis. Lalu, IPB menantang untuk dilakukan audit atas penelitian mereka. Untuk sementara, keselamatan para bayi dan keresahan orangtuanya mereka abaikan.

Sebenarnya masalah itu tidak perlu ada bila masing-masing pihak bisa menahan diri dan bekerjasama. Tudingan miring Menkes itu tidak perlu ada bila para peneliti IPB sudah memublikasikan hasil penelitiannya di peer-reviewed jurnal ilmiah atau jurnal yang sudah terakreditasi. Paling tidak, hal ini dapat mengurangi bias karena sudah dinilai layak terbit oleh mitra bestari (reviewers) yang ahli di bidang ini. Inilah audit yang paling objektif terhadap hasil penelitian.

BPOM dan Depkes pun bisa menyikapinya secara proporsional bila mau menengok kisah-kisah sedih bayi akibat infeksi E. sakazakii asal susu formula di masa lalu. Sudah banyak dilaporkan bahwa E. sakazakii telah membunuh 40 persen-80 persen bayi yang terinfeksi dan ada bukti kuat bahwa bakteri tersebut berasal dari susu formula.

Infeksi bakteri E. sakazakii pada bayi, terutama yang baru lahir (kurang dari 4 minggu), lahir prematur, dan masih dalam perawatan intensif, memang tidak bisa dianggap enteng. Penyakit serius yang sering dialami bayi akibat infeksi bakteri ini, antara lain, meningitis (radang selaput otak), demam dan diare berat.

Dalam sejarahnya, sejak 1961-2005 tercatat ada 46 kasus penyakit pada bayi akibat serangan E. sakazakii di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa. Jumlah kasus yang tidak dilaporkan diduga jauh lebih banyak. Beberapa kasus perjangkitan E. sakazakii juga telah terjadi, misalnya pada 1994 di Perancis yang melibatkan 13 bayi, 3 di antaranya meninggal. Kasus serupa terjadi di Belgia pada 1998 yang melibatkan 12 bayi, tapi semuanya bisa tertolong.

Keberdaan bakteri itu di dalam susu bubuk formula bayi sudah dilaporkan sekitar 20 tahun silam. Bakteri itu ditemukan di berbagai organ bayi yang terinfeksi, larutan susu hasil preparasi dan di dalam kemasan susu formula yang masih disegel. Para peneliti pun sudah memastikan dengan teknik molekuler bahwa susu formula yang sudah terkontaminasi E. sakazakii menjadi penyebab infeksi E. sakazakii pada bayi yang memiliki konsekuensi kesehatan serius hingga kematian, terutama pada bayi yang sedang menjalani perawatan intensif, misalnya karena lahir prematur.

Perlu diketahui oleh masyarakat luas bahwa susu bubuk formula bayi bisa saja mengandung sejumlah bakteri E. sakazakii karena terkontaminasi dari bahan baku atau karena proses sterilisasi yang kurang sempurna. Hal ini karena susu bubuk tersebut tidak sepenuhnya steril, berbeda dengan susu cair yang bisa dijamin 100 persen steril. Hingga saat ini belum ada teknologi murah untuk sterilisasi susu bubuk hingga mencapai 100 persen steril tanpa merusak nutrisi yang terkandung di dalamnya.

Akhir tahun lalu, para peneliti dari Korea Selatan memang telah menemukan cara sterilisasi baru untuk susu bubuk formula bayi dengan hasil 100 persen steril, yaitu menggunakan iradiasi gamma. Namun teknik ini belum bisa diaplikasikan secara massal karena biayanya mahal. Selain ada kemungkinan terdapat dalam susu formula dalam jumlah kecil, bakteri E. sakazakii juga bisa terdapat pada sendok, blender atau botol susu yang tidak disterilkan secara baik. Namun jangan khawatir, karena pelarutan susu bubuk dalam air panas sebelum dikonsumsi bayi dan sterilisasi alat-alatnya dengan air panas akan membunuh E. sakazakii yang mungkin ada. Untuk mengantisipasi adanya kontaminasi E. sakazakii dalam susu bubuk formula, orangtua diharapkan mengikuti prosedur yang baik dalam menyiapkan susu formula untuk bayi kesayangannya.

Caranya sederhana:
1. Pilihlah produk yang memiliki ijin legal dari BPOM.
2. Pastikan produk masih dalam kondisi baik (belum kadaluwarsa).
3. Lakukan sterilisasi alat-alat yang akan digunakan, seperti botol, dot, sendok, dengan merebusnya selama 15 menit.
4. Buatlah larutan susu secukupnya untuk satu kali konsumsi, jangan menyimpannya untuk konsumsi berikutnya. Susu yang sudah dibuat harus segera dikonsumsi untuk menghindari tumbuhnya bakteri.
5. Simpan susu bubuk formula dalam kemasan rapat dan disimpan di dalam kulkas.

Bagi produsen, yang penting mereka harus memastikan telah melaksanakan cara pengolahan susu formula sesuai dengan prosedur yang ditentukan BPOM. Pada saat ini, belum ada peraturan yang membatasi jumlah minimum bakteri E. sakazakii dalam susu formula. Yang ada hanya membatasi jumlah bakteri yang disebut coliform, termasuk E. sakazakii.

Pasti ada hikmah di balik polemik ini. Yaitu kembali ke ASI (air susu ibu), terutama untuk bayi yang berumur kurang dari enam bulan, sesuai dengan rekomendasi WHO. Banyak bukti menunjukkan, bayi golongan ini mempunyai pertumbuhan lebih baik dan kesehatan yang lebih prima dibandingkan dengan bayi yang hanya mengandalkan susu formula.

Sumber : LIPI

Rabu, Maret 05, 2008

Energi Tersembunyi di Bawah Laut


Para peneliti di Florida Atlantic University tengah mempelajari arus samudera di Gulf Stream yang terletak 24 kilometer dari pantai Florida. Lokasi tersebut diyakini menyimpan kesempatan menggiurkan akan eksploitasi energi yang tidak akan ada habisnya.

Menurut mereka, arus yang mengalir dengan kecepatan 8,5 miliar galon per detik tersebut dapat dimanfaatkan untuk memutar ribuan turbin bawah laut yang akan menghasilkan energi setara 10 reaktor nuklir. Energi sebesar itu dapat menopang sepertiga kebutuhan listrik di Florida. Rencananya, sebuah turbin ekeperimen akan dipasang dalam beberapa bulan ini.

Direktur Pusat Keunggulan Teknologi Energi Kelautan, Frederick Driscoll mengatakan saat ini pihak universitas sedang mengembangkan sebuah teknologi terobosan yang akan memungkinkan perusahaan-perusahaan besar membangun sederetan turbin besar di bawah laut. Penelitian ini didanai menggunakan hibah penelitian dari pemerintah Florida sebanyak 5 juta dolar.

Lebih lanjut, para peneliti mengkhawatirkan turbin bawah laut akan berdampak mematikan bagi ikan-ikan dan makhluk lain. Meskipun demikian, turbin-turbin tersebut tidak berbahaya bagi kapal-kapal yang melintas, sebab semua peralatan akan ditambatkan di dasar laut. Ujung kipas turbin akan berjarak antara 30-40 kaki dari permukaan air. Selain itu, turbin bawah laut juga tidak akan merusak pemandangan laut seperti turbin angina, yang selama ini dikeluhkan para aktivis lingkungan.

Sumber : Kompas

Kubah Kiamat

Ilustrasi Kubah Kiamat yang dibangun di dalam perut gunung di Kepulauan Svalbard, Norwegia.










Sebuah bangunan sangat kuat yang dibangun di Kutub Utara untuk menyimpan biji-bijian dari seluruh dunia resmi difungsikan. Fasilitas yang disebut sebagai Kubah Kiamat (Doomsday Vault) ini dibuat di dalam sebuah gunung beku di Kepulauan Svalbard, Norwegia, 1100 kilometer dari kutub utara.

Disebut kubah kiamat karena pembangunannya dimaksudkan untuk melindungi plasma nutfah. Jika terjadi bencana alam yang sangat besar hingga memusanhkan sumber pangan, biji-bijina tersebut diharapkan menjadi penyelamat manusia dari kelaparan.

"Svalbard Global Seed Vault merupakan kebijakan penyelamatan kami. Ini adalah 'Bahtera Nuh' untuk melindungi keragaman biologi generasi masa depan," ujar Perdana Menteri Norwegia Jens Stoltenberg, dalam upacara pembukaan, Selasa (26/2). Pembukaan fasilitas ini juga dihadiri Presiden Komisi Eropa, Jose Manual Barroso, dan penerima Nobel Perdamaian 2004, Wangari Maathai, dari Kenya.

Kubah yang berada di dalam perut gunung sedalam 127,5 meter tersebut akan menyimpan cadangan bibit dari ratusan bank benih dari seluruh dunia. Ruangan di dalamnya dapat memuat 4,5 juta sampel benih.

Kubah Kiamat dibangun atas prakarsa Global Crop Diversity Trust, lembaga yang didanai badan PBB untuk urusan pangan atau FAO (Food and Agriculture Organization), dan Biodiversity Internasional yang berbasis di Roma, Italia. Bangunan tersebut dibuat selama satu tahun dengan biaya pembangunan mencapai 9,1 juta dollar AS.

Sumber : Kompas

Ilmuwan AS Kloning Embrio Manusia




Stemage
Blastokis atau tahap awal pembentukan embrio dilihat dengan mikroskop.


Tim ilmuwan dari AS mengklaim telah berhasil memanfaatkan teknik kloning untuk membuat lima embrio manusia. Dari kelima embrio, tiga di antaranya dipastikan kloning dari dua orang pria.
Terobosan ini berhasil dilakukan Stemagen Corp di La Jolla, California menggunakan teknik yang disebut SCNT (somatic cell nuclear transfer). Inti sel telur diambil kemudian diisi inti sel somatik, dalam hal ini digunakan sel kulit. Teknik seperti ini dipakai Ian Wilmut dan kawan-kawan untuk membuat Dolly, domba kloning pertama.
Sel telur yang telah diisi inti sel somatik tersebut dibudidayakan dalam lingkungan bernutrisi sampai tumbuh menjadi embrio. Setelah lima hari, terbentuk embrio yang tersusun dari kumpulan sekitar 150 sel.


Embrio-embrio tersebut tidak dimaksudkan untuk dikembangkan menjadi janin, melainkan sebagai sumber sel induk embrionik. Jenis sel induk yang terbentuk pada embrio tua yang akan berkembang menjadi janin ini sangat berguna karena dapat tumbuh menjadi tulang, daging, kulit, dan jaringan tubuh lainnya.
Pada penelitian kali ini, para peneliti Stemagen belum mengekstrak sel induk embrionik dari embrio hasil kloning. Namun, mereka sudah berhasil membuktikan bahwa embrio tersebut merupakan hasil kloning karena memiliki DNA yang sama dengan pria yang menjadi donornya. Jika terobosan ini terbukti benar, mereka akan tercatat sebagai peneliti pertama yang berhasil mengkloning embrio manusia sebagai sumber sel induk embrionik.
"Kami berharap ini akan menjadi titik balik bagi banyak penelitian-penelitian berikutnya," ujar Andrew French, ketua tim peneliti yang melaprokan keberhasilannya dalam jurnal Stem Cells. Kini mereka sedang fokus untuk mengekstrak sel-sel induk embrionik dari embrio hasil kloning.


Keberhasilan membuat embrio manusia hasil kloning buknalah yang pertama kali dilaporkan. Para peneliti Inggris sudah dapat melakukannay pada tahun 2005 bahkan sampai embrio cukup matang untuk menghasilkan sel-sel induk embrionik. Namun, sampai sekarang belum ada satupun peneliti yang dilaporkan berhasil mengekstrak sel induk embrionik manusia.


Ilmuwan Korea Hwang Woo-suk pernah mengklaim sebagai peneliti pertama yang mengekstrak sel induk embrionik manusia. Namun, keberhasilan tersebut dianggap bohong belaka setelah ditemukan pemalsuan data-data hasil analisis pada makalah ilmiahnya.
Sel-sel induk embrionik hasil kloning dapat digunakan untuk mempelajari penyakit, respon obat, bahkan membuat organ transplantasi yang sesuai kebutuhan pasien. Namun, penelitian tersebut juga mengundang kritik menyangkut etika.


"(Kloning) menghasilkan manusia di laboratorium untuk dirusak semata-mata karena dugaan bahwa hal tersebut akan bermanfaat bagia manusia lainnya," ujar Richard Doerflinger. Kloning embrio manusia juga dikhawatirkan mengganggu kesehatan apalagi jika semakin banyak wanita yang dimintai menjadi donor sel telur.(AP/REUTERS)


Sumber : Kompas

Selangkah Lagi Ciptakan Makhluk Hidup Buatan


J. Craig Venter Institute
Tiruan bakteri Mycoplasma genitalium, makhluk hidup paling sederhana yang berhasil ditiru para peneliti di J. Craig Venter Institute.

Tinggal satu tahap lagi, para ilmuwan mungkin sudah dapat menciptakan makhluk hidup buatan di laboratorium. Bukan hanya melalui kloning atau bayi tabung, melainkan dengan menyusun rangkaian gen-gen sebanyak-banyaknya sesuai yang dibutuhkan suatu organisme untuk hidup.

Makhluk hidup pertama yang paling mudah ditiru adalah bakteri Mycoplasma genitalium, yang dikenal sebagai makhluk hidup paling sederhana dengan rangkaian gen hanya 485 jenis dan bersel satu. Virus lebih sederhana namun tidak pantas disebut makhluk hidup seutuhnya karena tidak dapat berkembang biak sendiri dan membutuhkan materi-materi hidup dari sel lainnya.

M. genitalium memiliki struktur sel yang sederhana karena seluruh DNA-nya membawa satu jenis kromosom saja. Kromosom merupakan struktur pembawa seluruh informasi genetik yang disebut genom. Untuk menghidupkan sel masih dibutuhkan jenis materi genetik lainnya yang disebut RNA (ribonucleic acid) yang funsinya menerjemahkan kode-kode genetik ini.

Sebagaimana dilaporkan jurnal Science edisi terbaru, susunan seluruh gen bakteri tersebut telah berhasil ditiru dan para peneliti dari J Craig Venter Institut di Maryland, AS. Mereka memanfaatkan bakteri Escherischia coli dan sel-sel ragi untuk membuat setiap bagian DNA dan menyusunnya menjadi kromosom buatan seperti yang dimiliki bakteri M. genitalium.

"Kami yakin ini yang langkah signifikan kedua dari tiga tahap proses dalam upaya kami membuat organisme sintestis pertama," ujar Craig Venter, pendiri lembaga tersebut seperti dilansir Reuters, Kamis (25/1). Pada tahap berikutnya, para ilmuwan akan menanamkan kromosom buatan ini ke dalam sebuah sel dan mengamati apakah kromosom-kromosomnya yang menyimpan informasi cetak biru kehidupan dapat menghidupkan sel tersebut.
Venter mengatakan, penelitian ini aman karena kromosom tersebut tidak aktif sehingga tidak mungkin menghidupkan sel tanpa sengaja di luar laboratorium. Selain itu, penelitian ini telah dinilai bebas dari pelanggaran etika sesuai hasil review panel dari Universitas Pennsylvania.(REUTERS/WAH)


Sumber : Kompas